SEJARAH EKONOMI
INDONESIA
“ Makalah ini Diajukan
Kepada Dosen Mata Kuliah Sistem Perekonomian Indonesia “
Disusun
Oleh :
Risty
Islamiyanti
1EB08
26215083
PROGRAM
STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
ATA
2015-2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Sejarah Ekonomi Indonesia” tepat pada waktunya.
Adapun maksud dan tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Perekonomian Indonesia.
Makalah
ini dibuat dengan berbagai pendapat dari berbagai pihak untuk membantu
menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang
dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Jakarta, April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................
Daftar
Isi...............................................................................................................
Pembahasan................................................................................................
2.1 Sejarah Pra
Kolonialisme............……………………………………………
2.2 Sistem
Monopoli VOC..............................…………………………………..
2.3 Sistem Tanam
Paksa..………………………………………………………..
2.4 Sistem
Ekonomi Kapitalis Liberal…………………………………………...
2.5 Era
Pendudukan Jepang........ ………………………………………………..
2.6 Cita-cita
Ekonomi
Merdeka.............................................................................
2.7 Ekonomi
Indonesia Orde Lama.......................................................................
2.8 Ekonomi
Indonesia Orde
Baru........................................................................
2.9 Ekonomi
Indonesia Era Reformasi..................................................................
Daftar
Pustaka........................................................................................................
PEMBAHASAN
2.1 Periode Pra Kolonialisme
Periode Pra-Kolonialisme adalah masa
– masa berdirinya kerajaan –kerajaan di wilayah Nusantara (sekitar abad ke – 5)
sampai sebelum masa masuknya penjajah yang secara sistematis menguasai kekuatan
ekonomi dan politik di wilayah nusantara (sekitar abad k-15 sampai 17). Pada
masa itu RI belum berdiri. Daerah – daerah umumnya dipimpin oleh kerajaan –
kerajaan.
Indonesia terletak di posisi
geografis antara benua Asia dan Eropa serta samudra Pasifik dan Hindia, sebuah
posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua. Salah satu jalan
sutra, yaitu jalur sutra laut, ialah dari Tiongkok dan Indonesia, melalui selat
Malaka ke India. Dari sini ada yang ke teluk Persia, melalui Suriah ke laut
Tengah, ada yang ke laut Merah melalui Mesir dan sampai juga ke laut Tengah
(Van Leur). Perdagangan laut antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada
abad pertama sesudah masehi, demikian juga hubungan Indonesia dengan
daerah-daerah di Barat (kekaisaran Romawi).
Perdagangan di masa
kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme
politik, dimana pengaruh raja-raja dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya
di masa Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat
dan Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan
kekayaannya dari berbagai upeti dan pajak. Tak ada proteksi terhadap jenis
produk tertentu, karena mereka justru diuntungkan oleh banyaknya kapal yang
“mampir”.
Penggunaan uang yang berupa koin
emas dan koin perak sudah dikenal di masa itu, namun pemakaian uang baru mulai
dikenal di masa kerajaan-kerajaan Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah
di Cirebon. Namun penggunaan uang masih terbatas, karena perdagangan barter
banyak berlangsung dalam system perdagangan Internasional. Karenanya, tidak
terjadi surplus atau defisit yang harus diimbangi dengan ekspor atau
Impor.logam mulia.
Kejayaan suatu negeri dinilai dari
luasnya wilayah, penghasilan per tahun, dan ramainya pelabuhan.Hal itu
disebabkan, kekuasaan dan kekayaan kerajaankerajaan di Sumatera bersumber dari
perniagaan, sedangkan di Jawa, kedua hal itu bersumber dari pertanian dan
perniagaan. Di masa pra kolonial, pelayaran niaga lah yang cenderung lebih
dominan. Namun dapat dikatakan bahwa di Indonesia secara keseluruhan, pertanian
dan perniagaan sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian Indonesia.
Dengan kata lain, system
pemerintahan masih berbentuk feudal. Kegiatan utama perekonomian adalah:
·
Pertanian, umumnya
monokultura, misalnya padi di Jawa dan rempah–rempah di Maluku.
·
Eksplorasi hasil alam,
misalnya hasil laut, hasil tambang, dll.
·
Perdagangan besar
antarpulau dan antarbangsa yang sangat mengandalkan jalur laut.
·
Kerajaan-kerajaan besar
yang pernah muncul dalam sejarah Inonesia diantaranya seperti Sriwijaya (abad
ke-8), Majapahit (abad ke 13-15) maupun Banten (abad ke 17-18) merupakan
kerajaan –kerajaan yang sangat menguasai tiga kegiatan ekonomi diatas.
2.2
Sistem Monopoli VOC
Persaingan perdagangan yang terjadi
antar bangsa Eropa di Indonesia sangat merugikan Belanda. Oleh karena itu,
timbul pemikiran pada orang-orang Belanda agar perusahaan-perusahaan yang
bersaing itu menggabungkan diri dalam satu organisasi. Akhirnya mereka
membentuk Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) artinya Perserikatan
Maskapai Hindia Timur. VOC terbentuk pada tanggal 20 Maret 1602 Di Indonesia
VOC memiliki wewenang dan
Tujuan pembentukan VOC sebenarnya
tidak hanya untuk menghindari persaingan di antara pedagang Belanda, tetapi
juga:
·
menyaingi kongsi dagang
Inggris di India, yaitu EIC (East India Company),
·
menguasai
pelabuhan-pelabuhan penting dan kerajaan-kerajaan, serta
·
melaksanakan monopoli
perdagangan rempah-rempah.
Di Indonesia, VOC berusaha mengisi
kas keuangannya yang kosong. VOC menerapkan aturan baru yaitu Verplichte
Leverantie atau penyerahan wajib. Tiap daerah diwajibkan menyerahkan hasil bumi
kepada VOC menurut harga yang telah ditentukan. Agar dapat melaksanakan
tugasnya dengan leluasa VOC diberi hak-hak istimewa oleh pemerintah Belanda,
yaitu:
·
Memonopoli perdagangan
·
Mencetak dan
mengedarkan uang
·
Mengangkat dan
memperhentikan pegawai
·
Mengadakan perjanjian
dengan raja-raja
·
Memiliki tentara untuk
mempertahankan diri
·
Mendirikan benteng
·
Menyatakan perang dan
damai
·
Mengangkat dan
memberhentikan penguasa-penguasa setempat.
Peraturan-peraturan
yang ditetapkan VOC dalam melaksanakan monopoli perdagangan antara lain :
a).Verplichte Laverantie
Yaitu
penyerahan wajib hasil bumi dengan harga yg telah ditetapkan oleh VOC dan
melarang rakyat menjual hasil buminya selain kepada VOC.
b).Contingenten
Yaitu
kewajiban bagi rakyat untuk membayar pajak berupa hasil bumi.
c).Peraturan tentang ketentuan areal
dan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam.
d).Ekstirpasi
Yaitu hak VOC
untuk menebang tanaman rempah-rempah agar tidak terjadi over produksi yg dapat
menyebabkan harga rempah-rempah merosot.
e).Pelayaran Hongi
Yaitu
pelayaran dengan perahu kora-kora (perahu perang) untuk mengawasi pelaksanaan
monopoli perdagangan VOC dan menindak pelanggarnya.
Hasil bumi yang wajib diserahkan
yaitu lada, kayu manis, beras, ternak, nila, gula, dan kapas. Selain itu, VOC
juga menerapkan Prianger stelsel, yaitu aturan yang mewajibkan rakyat Priangan
menanam kopi dan menyerahkan hasilnya kepada VOC. Gubernur jenderal VOC yang
pertama adalah Pieter Both (1610-1619). Pada mulanya Ambon di pilih sebagai
pusat kegiatan VOC. Pada periode berikutnya Jayakarta dipilih sebagai pusat
kegiatan VOC. Orang-orang VOC mulai menampakkan sifatnya yang congkak, kejam,
dan ingin menang sendiri. VOC ingin mengeruk keuntungan sebesar-besarnya
melalui monopoli perdagangan.
Untuk mengisi kasnya yang kosong,
VOC menerapkan sejumlah kebijakan seperti hak monopoli, penyerahan wajib,
penanaman wajib, dan tenaga kerja wajib yang sebenarnya telah menjadi bagian
dari struktur dan kultur yang telah ada sebelumnya. Penyerahan wajib
(Verplichte Leverantie) mewajibkan rakyat Indonesia di tiaptiap daerah untuk
menyerahkan hasil bumi berupa lada, kayu, beras, kapas, kapas, nila, dan gula
kepada VOC. Untuk semakin memperbesar kekuasaanya di Indonesia, VOC melakukan
cara-cara politik devide et impera atau politik adu domba, dan tipu muslihat.
Misalnya kalau ada persengketaan antara kerajaan yang satu dengan kerajaan yang
lain, mereka mencoba membantu salah satu pihak. Kejayaan VOC ternyata tidak
bertahan lama. Dalam perkembangannya VOC mengalami masalah yang besar, yakni
kebangkrutan.
2.3 Sistem Tanam Paksa
Tanam
paksa atau cultuur stelsel adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur
Jenderal Johannes van den Bosch yang mewajibkan setiap desa harus menyisihkan sebagian
tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi, tebu, nila. Hasil tanaman ini akan
dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil
panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki
tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik
pemerintah yang menjadi semacam pajak.
Pada
prakteknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah
pertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada
pemerintahan Belanda. Wilayah
yang digunakan untuk praktek cultur stelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga
yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan
pertanian.
Tanam
paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktek ekonomi Hindia Belanda.
Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC
karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan
pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada
VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga
yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan
sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal
Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940.
Akibat
sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch
selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja Belanda, pada 25 Desember
1839. Jika
diamati dari segi isi staatsblad tersebut, maka Sistem Tanam Paksa tidak begitu
memberatkan pada penduduk. Namun demikian dalam pelaksanaannya ternyata telah
mengakibatkan kesengsaraan yang berkepanjangan kepada rakyat. Dampaknya cukup
destruktif menjadikan rakyat miskin dan tidak teratur hidupnya. Penduduk selalu
terbebani oleh perilaku-perilaku pemimpin-pemimpin mereka yang memaksakan
rakyat untuk taat terhadap nperaturan yang ditetapkannya.
2.4 Sistem Ekonomi Kapitalis Liberal
Sistem ekonomi liberal kapitalis lebih bersifat
memberikan kebabasan kepada individu/swasta dalam menguasai sumber daya yang
bermuara pada kepentingan masing-masing individu untuk mendapatkan keuntungan
pribadi sebesar-besarnya. Hal tersebut tidak terlepas dari berkembangnya paham
individualisme dan rasionalisme pada zaman kelahiran kembali kebudayaan Eropa
(renaisance) pada sekitar abad pertengahan (abad ke-XVI). Yang dimaksud dengan
kelahiran kembali kebudayaan Eropa adalah pertemuan kembali dengan filsafat
Yunani yang dianggap sebagai sumber ilmu pengetahuan modern setelah
berlangsungnya Perang Salib pada abad XII – XV. Cepat diterimanya kebudayaan
Yunani oleh ilmuwan Eropa tidak terlepas dari suasana masa itu, dimana Gereja
mempunyai kekuasaan yang dominan sehingga berhak memutuskan sesuatu itu benar
atau salah. Hal tersebut mendorong para ilmuwan untuk mencari alternatif diluar
Gereja. Dalam hal ini filsafat Yunani yang mengajarkan bahwa rasio merupakan
otoritas tertinggi dalam menentukan kebenaran, sangat cocok dengan kebutuhan
ilmuwan Eropa waktu itu.
Pengaruh gerakan reformasi terus bergulir, sehingga
mendorong munculnya gerakan pencerahan (enlightenment) yang mencakup pembaruan
ilmu pengetahuan, termasuk perbaikan ekonomi yang dimulai sekitar abad
XVII-XVIII. Salah satu hasilnya adalah masyarakat liberal kapitalis.
Namun gerakan pencerahan tersebut juga membawa dampak
negatif. Munculnya semangat liberal kapitalis membawa dampak negatif yang
mencapai puncaknya pada abad ke-XIX, antara lain eksploitasi buruh, dan
penguasaan kekuatan ekonomi oleh individu. Kondisi ini yang mendorong
dilakukannya koreksi lanjutan terhadap sistem politik dan ekonomi, misalnya
pembagian kekuasaan, diberlakukannya undang-undang anti monopoli, dan hak buruh
untuk mendapatkan tunjangan dan mendirikan serikat buruh.
a.
Sistem liberal
kapitalis awal/klasik.
Sistem ekonomi
liberal kapitalis klasik berlangsung sekitar abad ke-XVII sampai menjelang abad
ke-XX, dimana individu/swasta mempunyai kebebasan penguasaan sumber daya maupun
pengusaan ekonomi dengan tanpa adanya campur tangan pemerintah untuk mencapai
kepentingan individu tersebut, sehingga mengakibatkan munculnya berbagai ekses
negatif diantaranya eksploitasi buruh dan penguasaan kekuatan ekonomi. Untuk
masa sekarang, sitem liberal kapitalis awal/klasik telah ditinggalkan.
b.
Sistem liberal
kapitalis modern.
Sistem ekonomi liberal kapitalis modern adalah sistem
ekonomi liberal kapitalis yang telah disempurnakan. Beberapa unsur
penyempurnaan yang paling mencolok adalah diterimanya peran pemerintah dalam
pengelolaan perekonomian. Pentingnya peranan pemerintah dalam hal ini adalah
sebagai pengawas jalannya perekonomian. Selain itu, kebebasan individu juga
dibatasi melalui pemberlakuan berbagai peraturan, diantaranya undang-undang
anti monopoli (Antitrust Law). Nasib pekerja juga sudah mulai diperhatikan
dengan diberlakukannya peraturan-peraturan yang melindungi hak asasi buruh
sebagai manusia. Serikat buruh juga diijinkan berdiri dan memperjuangkan nasib
para pekerja.
Dalam sistem liberal kapilalis modern tidak semua aset
produktif boleh dimiliki individu terutama yang berkaitan dengan kepentingan
masyarakat banyak, pembatasannya dilakukan berdasarkan undang-undang atau
peraturan-peraturan. Untuk menghindari perbedaan kepemilikan yang mencolok,
maka diberlakukan pajak progresif misalnya pajak barang mewah.
Negara-negara yang menganut sistem ekonomi liberal
kapitalis modern antara lain :
·
Di benua
Amerika, antara lain Amerika Serikat, Argentina, Bolivia, Brasil, Chili, Kuba,
Kolombia, Ekuador, Kanada, Maksiko, Paraguay, Peru dan Venezuela.
·
Di benua Eropa,
sebagian besar menganut sistem ini antara lain Austria, Belgia, Bulgaria,
Kroasia, Cekoslovakia, Denmark, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Belanda,
Polandia, Portugal, Spanyol, Swedia, Inggris.
·
Di benua Asia,
antara lain India, Iran, Israel, Jepang, Korea Selatan, Filipina, Taiwan,
Thailand, Turki, Malaysia, Singapura.
·
Kepulauan
Oceania, antara lain Australia dan Selandia Baru.
·
Di benua Afrika,
sistem ekonomi ini terbilang masih baru. Negara yang menganut antara lain
Mesir, Senegal, Afrika Selatan.
2.5
Era Pendudukan Jepang
Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun
1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Pada
Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Jerman Nazi. Hindia
Belanda mengumumkan keadaan siaga dan pada Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang
ke Amerika Serikat dan Inggris. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk
mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal pada Juni 1941, dan Jepang
memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Pada bulan yang
sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi
terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang
pada Maret 1942. Pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat
bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang
tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan,
mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan
hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran
Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Selama masa pendudukan, Jepang juga membentuk
persiapan kemerdekaan yaitu BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia), badan ini bertugas membentuk persiapan-persiapan
pra-kemerdekaan dan membuat dasar negara dan digantikan oleh PPKI yang bertugas
menyiapkan kemerdekaan.
Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan
Konoe Fumimaro sebagai Perdana Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir tahun
1940, pimpinan militer Tambelang tidak menghendaki melawan beberapa kecamatan
sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika
Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin
menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika
melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri
di Jepang, maupun untuk keperluan perang.
Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut
Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan
seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan
Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal
perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal
pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat
tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak
serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan menyerang
secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di
kepulauan Hawaii. Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang
mereka miliki, mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu
penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa.
Kekuatan yang dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang
didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi
direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada
yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor.
Hari minggu pagi tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat
terbang yang terdiri dari pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur
diberangkatkan dalam dua gelombang. Pengeboman Pearl Harbor ini berhasil
menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain
itu pemboman Jepang tesebut juga menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika.
Lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka.
Namun tiga kapal induk Amerika selamat, karena pada saat itu tidak berada di
Pearl Harbor. Tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan
perang terhadap Jepang.
Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan
kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang
menyerang dan menduduki Hindia Belanda adalah untuk menguasai sumber-sumber
alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta
mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh
operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak utama.
2.6
Cita-cita Ekonomi Merdeka
Sistem Ekonomi Kerakyatan mangacu pada nilai-nilai
Pancasila sebagai sistem nilai bangsa Indonesia yang tujuannya adalah
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan salah satu
unsur intrinsiknya adalah Ekonomi Pancasila (Mubyarto: 2002) yang nilai-nilai
dasar sebagai berikut
1. Ketuhanan, di mana “roda kegiatan ekonomi bangsa
digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral”
2. Kemanusiaan, yaitu : “kemerataan sosial, yaitu ada
kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan
kemerataan sosial, tidak membiarkan terjadi dan berkembangnya
ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial”.
3. Kepentingan Nasional (Nasionalisme Ekonomi), di
mana “nasionalisme ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya
urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri.
4. Kepentingan Rakyat Banyak (Demokrasi ekonomi) :
“demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan
usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat”.
5. Keadilan Sosial, yaitu : “keseimbangan yang
harmonis, efisien, dan adil antara perencanaan nasional dengan desentralisasi
ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju pewujudan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
2.7
Ekonomi Indonesia Orde Lama
Sejak berdirinya negara Republik Indonesia, banyak
sudah tokok-tokoh negara saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian yang
tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun diskusi kelompok. Sebagai
contoh, Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar
perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong adalah
koperasi, namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara
koperasi. Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo,
dalam pidatonya di Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan
adalah semacam ekonomi campuran. Namun, demikian dalam proses perkembangan
berikutnya disepakatilah suatu bentuk ekonomi yang baru, dinamakan sebagai
Sistem Ekonomi Pancasila, yang didalamnya mengandung unsur pentinga yang
disebut Demokrasi Ekonomi.
Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan yang akan
mencerminkan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di Indonesia, maka
menurut UUD’45, sistem perekonomian Indonesia tercermin dalam pasal-pasal 23,
27, 33. Dan 34. Sistem perekonomian di Indonesia sangat menentang adanya sistem
Free Fight Liberalism, Etatisme (Ekonomi Komando) dan Monopoli, karena sistem
ini memang tidak sesuai dengan sitem ekonomi yang dianut Indonesia
(bertentangan).
Free fight liberalism ini dianggap tidak cocok dengan
kebudayaan Indonesia dan berlawanan dengan semangat gotong-royong yang
tercantum dalam UUD 1945 Pasal 33, dan dapat mengakibatkan semakin besarnya
jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin. Meskipun pada awal
perkembangan perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi pancasila, ekonomi
Demokrasi, dan ‘mungkin campuran’, namun bukan berarti sistem perekonomian
liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an
sampai dengan tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis
dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan sistem etatisme, pernah juga
memberi corak perekonomian di tahun
1960-an sampai dengan pada masa orde baru.
2.8
Ekonomi Indonesia Orde Baru
Orde Baru adalah sebutan bagai masa pemerintahan
Presiden Soeharto. Orde Baru menggantikan pemerintahan Orde Lama yang di pimpin
oleh Soekarno. Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka
waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi
praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara
rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah
mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19
September1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan
kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan
PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966,
tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat
tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering
disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai
Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer
Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai
pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat
"dibuang" ke Pulau Buru. Selama masa pemerintahannya,
kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara
besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di
Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada
tahun 1970-an dan 1980-an.
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis
keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia),
disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan
komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat
tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin
para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan
massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan
setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih
sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah
adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia
terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus
memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat.
Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya
kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan
utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi
besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu
terjadi peristiwa Trisakti, yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas
Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah
Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat
mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan
Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan
mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga
akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU
Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi.
Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri
menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut
menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998
dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan
"Era Reformasi".
2.9
Ekonomi Indonesia Era Reformasi
Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan
jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai
berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi. Sidang Istimewa
MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh gelombang
demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota
lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi, yang
menewaskan 18 orang.
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya
kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses
pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap
media massa dan kebebasan berekspresi. Presiden BJ Habibie mengambil prakarsa
untuk melakukan koreksi. Sejumlah tahanan politik dilepaskan. Sri Bintang
Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dibebaskan, tiga hari setelah Habibie menjabat.
Tahanan politik dibebaskan secara bergelombang. Tetapi, Budiman Sudjatmiko dan
beberapa petinggi Partai Rakyat Demokratik baru dibebaskan pada era Presiden
Abdurrahman Wahid. Setelah Habibie membebaskan tahanan politik, tahanan politik
baru muncul. Sejumlah aktivis mahasiswa diadili atas tuduhan menghina
pemerintah atau menghina kepala negara. Desakan meminta pertanggungjawaban
militer yang terjerat pelanggaran HAM tak bisa dilangsungkan karena kuatnya
proteksi politik. Bahkan, sejumlah perwira militer yang oleh Mahkamah Militer
Jakarta telah dihukum dan dipecat karena terlibat penculikan, kini telah
kembali duduk dalam jabatan struktural.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar