" INDUSTRIALISASI DI INDONESIA "
DAFTAR
ISI
Daftar
Isi...............................................................................................................
Pembahasan………………………………………………………………………………..
I.1
Konsep dan Tujuan
Industrialisasi…………………………………………………….
I.2
Faktor-faktor Pendorong Industrialisasi………………………………………………
I.3
Perkembangan Sektor Industri Manufaktur
Nasional………………………….……..
I.4
Permasalahan
Industrialisasi………………………………………………………….
I.5
Strategi Pembangunan Sektor
Industri………………………………………………..
Daftar
Pustaka........................................................................................................
PEMBAHASAN
1.1 Konsep dan Tujuan Indistrualisasi
Industrialisasi
suatu proses interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan
perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong
perubahan struktur ekonomi.Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka
panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan
penduduk sedikit & kekayaan alam meilmpah seperti Kuwait & libya ingin
mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.
Faktor
pendorong industrialisasi (perbedaan intesitas dalam proses industrialisasi
antar negara) :
a) Kemampuan teknologi dan inovasi
b) Laju pertumbuhan pendapatan nasional per
kapita
c) Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam
negeri. Negara yang awalnya memiliki industri
dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah
seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat
d) Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh
tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Indonesia dengan 200 juta orang
menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi
e) Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan
industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan
insentif yang diberikan.
f) Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar
cenderung lebih lambat dalam industrialisasi
Kebijakan/strategi
pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industry.
1.2 Faktor-faktor Pendorong
Industrialisasi
Perdagangan
internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara
dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang
dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara
individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan
pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi
salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan
internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber
Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru
dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut
mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran
perusahaan multinasional.
·
Teori Perdagangan Internasional
Menurut
Amir M.S. bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri,
perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut
antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang
dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota
barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan
budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
·
Model Ricardian
Model Ricardian memfokuskan pada
kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori
pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan
dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model
lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi
spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas.
Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti
jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.
·
Model Heckscher-Ohlin
Model
Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar
kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit
model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari
sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang
elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan
internasional. Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional
ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau
negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari
faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor
lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal
sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief
yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang
buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.
Dalam
model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin
ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor
spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi,
seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori
mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari
faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya.
Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti
buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi
untuk pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik
keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan
dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok
untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola
pedagangan.
1.3 Perkembangan Sektor
Industri Manufaktur Nasional
Perusahaan manufaktur merupakan penopang
utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur
di sebuah negara juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan industri
secara nasional di negara itu. Perkembangan ini dapat dilihat baik dari aspek
kualitas produk yang dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan.
Sejak
krisis ekonomi dunia yang terjadi tahun 1998 dan merontokkan berbagai sendi
perekonomian nasional, perkembangan industri di Indonesia secara nasional belum
memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan perkembangan industri
nasional, khususnya industri manufaktur, lebih sering terlihat merosot
ketimbang grafik peningkatannya.
Sebuah hasil riset yang dilakukan
pada tahun 2006 oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek industri
manufaktur di berbagai negara memperlihatkan hasil yang cukup memprihatinkan.
Dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian, posisi industri manufaktur
Indonesia berada di posisi terbawah bersama beberapa negara Asia, seperti
Vietnam. Riset yang meneliti aspek daya saing produk industri manufaktur Indonesia
di pasar global, menempatkannya pada posisi yang sangat rendah.
Gejala
Deindustrialisasi Perkembangan industri manufaktur di Indonesia juga dapat
dilihat dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto atau PDB. Bahkan pada
akhir tahun 2005 dan awal tahun 2006, banyak pengamat ekonomi yang
mengkhawatirkan terjadinya de-industrialisasi di Indonesia akibat pertumbuhan
sektor industri manufaktur yang terus merosot.
Deindustrialisasi merupakan gejala
menurunnya sektor industri yang ditandai dengan merosotnya pertumbuhan industri
manufaktur yang berlangsung secara terus menerus. Melorotnya perkembangan
sektor industri manufaktur saat itu mirip dengan gejala yang terjadi menjelang
ambruknya rezim orde baru pada krisis global yang terjadi pada tahun 1998.
Selain menurunkan sumbangannya terhadap produk domestik bruto, merosotnya
pertumbuhan industri manufaktur juga menurunkan kemampuannya dalam penyerapan
tenaga kerja.Data dari Biro Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa pada
triwulan pertama tahun 2005, pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia
sebenarnya masih cukup tinggi, yaitu mencapai 7,1 persen. Namun memasuki
triwulan kedua tahun 2005 perkembangannya terus merosot. Bahkan pada akhir
tahun 2005, perkembangan industri manufaktur kita hanya mencapai 2,9 persen.
Kondisi ini semakin parah setelah memasuki triwulan pertama tahun 2006 karena
pertumbuhannya hanya sebesar 2,0 persen.
Problem
Pengangguran
Sebagai sektor industri yang sangat
penting, perkembangan industri manufaktur memang sangat diandalkan. Penurunan
pertumbuhan sektor industri ini dapat menimbulkan efek domino yang sangat
meresahkan. Bukan saja akan menyebabkan PDB menurun namun yang lebih
mengkhawatirkan adalah terjadinya gelombang pengangguran baru. Apalagi problem
pengangguran yang ada saat ini saja masih belum mampu diatasi dengan baik. Kita
mestinya bisa belajar banyak dari pengalaman tragedi ekonomi tahun 1998. Selain
menyangkut fondasi perekonomian nasional yang mesti diperkuat, sejumlah ahli
juga melihat perlunya membenahi strategi pembangunan industri di Indonesia.
Kalau perlu, pemerintah bisa melakukan rancang ulang atau redesign menyangkut
visi dan misi pembangunan industri, dari sejak hulu hingga hilir. Paling tidak
agar produk industri kita mampu bersaing di pasar global.
1.4 Permasalahan
Industrialisasi
Industri
manufaktur di LDCs lebih terbelakang dibandingkan di DCs, hal ini karena :
1.
Keterbatasan teknologi
2.
Kualitas Sumber daya Manusia
3.
Keterbatasan dana pemerintah (selalu defisit) dan sektor swasta
4.
Kerja sama antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian masih
rendah
Masalah
dalam industri manufaktur nasional :
1.
Kelemahan struktural
Ø Basis ekspor & pasar masih sempit
walaupun Indonesia mempunyai banyak sumber daya alam & TK, tapi produk
& pasarnya masih terkonsentrasi:
a.
terbatas pada empat produk (kayu lapis, pakaian jadi, tekstil & alas kaki)
b.
Pasar tekstil & pakaian jadi terbatas pada beberapa negara: USA, Kanada,
Turki & Norwegia
c.
USA, Jepang & Singapura mengimpor 50% dari total ekspor tekstil &
pakaian jadi dari Indonesia
d.
Produk penyumbang 80% dari ekspor manufaktur indonesia masih mudah terpengaruh oleh
perubahan permintaan produk di pasar terbatas
e. Banyak produk manufaktur terpilih padat
karya mengalami penurunan harga muncul pesaing baru seperti cina & vietman
f. Produk manufaktur tradisional menurun daya
saingnya sbg akibat factor internal seperti tuntutan kenaikan upah
Ø Ketergantungan impor sangat tinggi
Pada
tahun 1990, Indonesia menarik banyak PMA untuk industri berteknologi tinggi
seperti kimia, elektronik, otomotif, dsb, tapi masih proses penggabungan,
pengepakan dan assembling dengan hasil:
a.
Nilai impor bahan baku, komponen & input perantara masih tinggi diatas 45%
b.
Industri padat karya seperti tekstil, pakaian jadi & kulit bergantung kepada
impor bahan baku, komponen & input
perantara masih tinggi
c.
PMA sector manufaktur masih bergantung kepada suplai bahan baku & komponen
dari LN
d.
Peralihan teknologi (teknikal, manajemen, pemasaran, pengembangan organisasi
dan keterkaitan eksternal) dari PMA masih terbatas
e.
Pengembangan produk dengan merek sendiri dan pembangunan jaringan pemasaran
masih terbatas
Ø Tidak ada industri berteknologi menengah
a.
Kontribusi industri berteknologi menengah (logam, karet, plastik,
semen)terhadap pembangunan sektor industri manufaktur menurun tahun 1985 -1997
b. Kontribusi produk padat modal (material dari
plastik, karet, pupuk, kertas, besi & baja) terhadap ekspor menurun 1985 – 1997
c. Produksi produk dengan teknologi rendah
berkembang pesat
2.
Kelemahan organisasi
o
Industri kecil & menengah masih
terbelakang produktivtas rendah Jumlah Tk masih banyak (padat Karya)
o
Konsentrasi Pasar
o
Kapasitas menyerap & mengembangkan
teknologi masih lemah
o
SDM yang lemah
1.5 Strategi
Pembangunan Sektor Industri
Startegi
pelaksanaan industrialisasi:
1.
Strategi substitusi impor (Inward Looking).
Bertujuan
mengembangkan industri berorientasi domestic yang dapat menggantikan produk impor. Negara yang
menggunakan strategi ini adalah Korea & Taiwan.
Pertimbangan
menggunakan strategi ini:
·
Sumber daya alam & Faktor produksi
cukuo tersedia
·
Potensi permintaan dalam negeri memadai
·
Sebagai pendorong perkembangan industri
manufaktur dalam negeri
·
Kesempatan kerja menjadi luas
·
Pengurangan ketergantungan impor, shg
defisit berkurang
2.
Strategi promosi ekspor (outward Looking)
Beorientasi
ke pasar internasional dalam usaha pengembangan industri dalam negeri yang memiliki keunggulan
bersaing.
Rekomendasi
agar strategi ini dapat berhasil :
·
Pasar harus menciptakan sinyal harga
yang benar yang merefleksikan kelangkaan barang ybs baik pasar input maupun
output
·
Tingkat proteksi impor harus rendah
·
Nilai tukar harus realistis
·
Ada insentif untuk peningkatan ekspor
DAFTAR
PUSTAKA
Kuswantio.staff.gunadarma.ac.id
http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_internasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar