Senin, 21 Maret 2016

Sudah Siapkan Indonesia menghadapi Pasar Bebas ASEAN

SUDAH SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI MEA 2015 ?

            Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), lebih dikenal sebagai Pasar Bebas ASEAN oleh masyarakat Indonesia secara umum. Hal tersebut tentu tidak dapat disalahkan mengingat pentingnya dari MEA itu sendiri adalah tercipatanya aliran pasar bebas di antara 10 negara yang tergabung di dalamnya, yang meliputi Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Laos, Kamboja, Vietnam, Brunei Darussalam, Myanmar, dan Indonesia.
MEA 2015 adalah sebuah kondisi ketika masyarakat di Asia Tenggara sudah bebas melaksanakan perdagangan tanpa dikenakan biaya masuk apa pun. Selain itu pekerja dari negara-negara ASEAN bebas bekerja di negara kita tanpa dipersulit dengan aturan apapun. Begitu juga sebaliknya, kita juga bebas bekerja di negara ASEAN lainnya. Bisa kita banyangkan, dengan jumlah penduduk yang lebih dari 250 juta jiwa, negara kita akan menjadi sasaran empuk dari setiap produk barang dari negara lain yang mencoba masuk ke Indonesia. Tidak hanya produk barang, orang-orang dari Asean juga akan menjadi pesaing dalam dunia kerja.
Begitu Pasar Bebas ASEAN berlaku di akhir 2015 Indonesia akan diserbu barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil negara ASEAN lainnya. Serbuan barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil negara ASEAN lainnya akan menjadi ancaman serius bagi Indonesia. Atau sebaliknya Indonesia yang menyerbu negara ASEAN lainnya dengan barang, jasa, investasi & tenaga kerja terampil? Tentunya semua kembali kepada kemauan kita. Seharusnya semua elemen bangsa mulai berbenah untuk berperang pada pasar bebas 2015.  
Kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 ada diantara peluang (opportunities) dan ancaman (threat). Siap tidak siap tidak perlu diperdebatkan lagi karena ini sudah menjadi keputusan & ketetapan politik yang harus dihadapi negara-negara ASEAN. Dilihat dari beberapa data tentang kondisi Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Indonesia kalah dalam banyak hal. Indonesia kalah oleh Thailand dan Philipina, apalagi Brunei, Malaysia, dan Singapura. Masih tertinggal jauh. Indonesia hanya menang pada luas negara yang begitu besar, jumlah penduduk yang banyak, dan sumberdaya yang melimpah.  
Coba kita bandingkan dengan penguasaan bahasa asing, kita akui masih kalah jauh dibandingkan negara tetangga. Singapura, Malaysia, Filipina, Myanmar, bahkan Thailand sudah menjadikan bahasa Inggris menjadi bahasa kedua mereka. Sedangkan kita, saat ini pihak universitas mensyaratkan skor Toefl 500 untuk kelulusan Strata 1, banyak yang merasa kewalahan dan mencari segala cara agar skor itu bisa dikurangi. Itu baru hanya dari segi bahasa belum ditambah dari segi ilmu dan sebagainya.
Pemerintah, swasta, rakyat harus bahu membahu mewujudkan Indonesia yang mandiri bebas dari segala bentuk penjajahan di bidang apapun. Indonesia yang mandiri dan bebas dari segala bentuk penjajahan dalam bidang apapun terutama untuk saat ini di bidang ekonomi. Kita harus mengubah mindset konsumtif menjadi produktif sehingga kita bisa mengurangi pengeluaran dan memperbesar pemasukan negara. Kita harus meningkatkan Competitive Advantage yang menarik konsumen akan produk kita karena kualitas terjamin & harga yang terjangkau.
Sudah cukup emas Indonesia di Papua dikuasai Freeport, minyak kita dikuasai orang asing. Jangan sampai semua lini di Indonesia justru dinikmati oleh orang asing. Pastinya kita tidak mau melihat orang asing menikmati aset ekonomi kita sedangkan kita hanya gigit jari karena kalah bersaing dengan mereka.
Menurut saya, aliran pasar bebas yang terjadi pada MEA merupakan sebuah program yang memang diatur dan direncanakan dengan baik di mana kesepakatan dibuat secara resmi, dengan persiapan yang terstruktur. Semua hal diatur pada perjanjian-perjanjian yang terus dikaji,  dan dievaluasi secara berkelanjutan. Sebaliknya dengan globalisasi, apa yang kita rasakan selama belasan tahun kebelakang hanyalah sebuah dampak dari kemajuan teknologi yang terjadi secara alamiah, tanpa perencanaan atau persiapan.
Dengan demikian, dapat kita bayangkan betapa bebasnya aliran keluar masuk barang, jasa, modal, hingga para tenaga kerja di Indonesia setelah MEA diresmikan. Sudah siapkah kita untuk menghadapi pasar bebas seperti itu? Di mana kita benar-benar harus bersaing dengan 9 negara lain. Barang-barang impor tidak hanya ditemukan di pasar modern sekelas supermarket melainkan juga akan dengan mudah kita temukan di pasar tradisional atau bahkan toko kecil di pinggir jalan. Lowongan pekerjaan pun tidak lagi terbatas bagi WNI melainkan terbuka untuk semua orang dari Negara ASEAN. Benar siapkah negara kita mempertahankan stabilitas perekonomian nasional dalam persaingan sengit antar negara nanti? Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kesiapan sangat bergantung pada persiapan, dan juga sebaliknya.
Mengenai kesiapan pemerintah, tentu saja pemerintah Indonesia tidak mungkin menyetujui dan menandatangani perjanjian tanpa pertimbangan dan kesiapan akan resiko yang kelak dihadapi. Pemerintah pun telah menyusun berbagai langkah strategis yang mengarah pada sektor hulu hingga hilir di bawah koordinasi Badan Khusus atau Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian. Langkah-langkah strategis tersebut dapat diartikan sebagai daftar persiapan-persiapan yang harus segera diselesaikan, sehingga negara kita bisa mendapatkan kesiapan yang matang sebelum MEA diresmikan. Lalu bagaimana dengan masyarakat lainnya? Sangat disayangkan bahwa belum seluruh masyarakat Indonesia tahu mengenai rencana besar yang akan segera direalisasikan tersebut. Dengan demikian, bagaimana mereka bisa mempersiapkan diri apabila mereka tidak mengetahui hal tersebut. Inilah salah satu hal yang akhirnya membuat sebagian masyarakat bertanya-tanya tentang maksud Pemerintah menandatangani menyetujui untuk bergabung dalam MEA. Namun, bagaimanapun MEA sudah ada di depan mata dan mau tidak mau kita harus siap menghadapinya.
Selain itu, kita harus mempersiapkan diri kita untuk keluar sebagai tenaga kerja ahli dan terampil dengan cara fokus belajar menekuni bidang yang telah kita pilih di perguruan tinggi, mengumpulkan pengalaman dan mengembangkan diri melalui organisasi kampus atau organisasi kemasyarakatan lain untuk melatih profesionalitas dalam bekerja dan bersosialisasi, serta tak lupa mengembangkan kemampuan berbahasa asing sebagai modal awal memasuki persaingan ketat pasca diresmikannya MEA 2015. Dengan demikian, kita bisa mulai membangun kesiapan dengan melakukan berbagai persiapan guna menghadapi MEA 2015.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar