Rabu, 30 Maret 2016

Pelemahan rupiah dan kondisi ekonomi Indonesia saat ini

PELAMAHAN RUPIAH dan KONDISI EKONOMI INDONESIA SAAT INI
Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI)  pada tanggal 14 Maret 2015 Rupiah ditutup di posisi Rp13,191 per US Dollar ini adalah posisi terendah bagi mata uang Rupiah terhadap US Dollar skrisis moneter tahun 1998. Pada puncak krisis global tahun 2008, Rupiah hanya anjlok sampai Rp12,768 per US Dollar sebagai titik terendahnya, sebelum kemudian kembali  lagi ke level normalnya yaitu Rp9,000-an per US Dollar.
Menariknya, perlu kita ketahui bahwa pada tahun 1998 dan juga 2008, Indonesia sempat dilanda krisis ekonomi termasuk bursa saham ketika itu juga hancur berantakan. Tapi pada hari ini meski kondisi Rupiah tampak mengkhawatirkan namun kondisi perekonomian secara umum tampak masih berjalan normal dan IHSG juga justru malah sukses break new high dalam beberapa bulan terakhir.
Terkait hal ini, penulis hendak mengajak anda untuk sedikit mengingat kembali ke tahun 2013 lalu tepatnya pada tanggal 23 Agustus 2013. Pemerintah Indonesia pada saat itu meluncurkan paket kebijakan ‘penyelamatan ekonomi’, terutama untuk mengatasi gejolak pelemahan Rupiah yang ketika itu sudah menembus Rp11,000 per USD. Sedikit mengingatkan, kondisi pasar saham ketika itu berbanding terbalik dengan saat ini dimana IHSG terpuruk di level 4,200-an, atau anjlok lebih dari 1,000 poin dibanding posisi puncaknya pada bulan Mei di tahun yang sama. Jadi boleh dikatakan bahwa ‘masalah’ yang dihadapi Pemerintah ketika itu ada dua, yakni pelemahan Rupiah itu sendiri (yang dikeluhkan para pelaku usaha riil) dan pelemahan IHSG (yang dikeluhkan para investor dan pelaku pasar modal lainnya). Mungkin ini yang menyebabkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  ketika itu gerak cepat dengan meluncurkan paket kebijakan tadi, karena beliau dihadapkan pada tekanan baik dari para pengusaha maupun investor di pasar modal.
Masalah  yang sesungguhnya yang dihadapi Indonesia ketika itu (tahun 2013) adalah Perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat defisitnya neraca ekspor impor yang disebabkan oleh meningkatnya nilai impor peralatan dan mesin-mesin industri karena pertumbuhan industri manufaktur di dalam negeri, dan menurunnya nilai ekspor karena turunnya harga batubara, CPO, serta karet, yang merupakan tiga komoditas utama ekspor Indonesia. Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang tercatat hanya 5.8%, alias turun signifikan dibanding puncaknya yakni 6.9% pada tahun 2011. Jadi ketika Rupiah melemah sampai menembus Rp11,000 per Dollar, maka itu adalah refleksi dari perlambatan pertumbuhan ekonomi tadi, dimana jika fundamental perekonomian Indonesia melemah, maka Rupiah sebagai ‘saham Indonesia’ juga akan turut melema.
Pemerintah meluncurkan paket kebijakan penyelamatan ekonomi, maka harapannya adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali meningkat, dan alhasil nilai tukar Rupiah akan menguat dengan sendirinya. Berikut adalah empat poin utama dari paket kebijakan Presiden SBY pada tahun 2013 lalu:
1.      Pemberlakuan potongan/pengurangan pajak bagi industri padat karya yang mampu mengekspor minimal 30% produksinya
2.      Ekspor bijih mineral, yang sebelumnya dilarang sama sekali, sekarang dibolehkan asalkan pihak perusahaan memenuhi syarat-syarat tertentu.
3.      Meningkatkan porsi penggunaan campuran biodiesel dalam solar, sehingga diharapkan akan menekan impor bahan bakar minyak jenis solar
4.      Menaikkan pajak untuk impor barang mewah, dari tadinya 75% menjadi maksimal 150%.
Berdasarkan keempat poin diatas, maka jelas sekali bahwa tujuan Pemerintah ketika itu adalah untuk meningkatkan ekspor (poin 1 dan 2) sekaligus diwaktu yang bersamaan menekan impor (poin 3 dan 4), sehingga defisit perdagangan yang ketika itu terjadi diharapkan tidak akan terjadi lagi. Paket kebijakan diatas masih menyentuh akar permasalahan dari defisit tersebut, yakni penurunan harga komoditas CPO dan batubara yang merupakan andalan ekspor Indonesia dan peningkatan impor peralatan dan mesin-mesin industri. Sampai hari ini harga CPO dan batubara masih belum pulih kembali. Alhasil, berdasarkan data ekspor impor terakhir dari BPS, sepanjang tahun 2014 Indonesia masih mengalami defisit neraca ekspor impor sebesar US$ 1.9 milyar. Kabar buruknya, angka pertumbuhan ekonomi juga terus turun hingga sekarang tinggal 5.0% pada Kuartal III 2014, dimana jika trend-nya begini terus, maka pada Kuartal berikutnya angka pertumbuhan ekonomi tersebut kemungkinan bakal turun lagi.
Jadi ketika Rupiah sekarang sudah menembus Rp13,000 per USD, maka sebenarnya kurang tepat jika dikatakan bahwa, ‘Rupiah melemah karena seluruh mata uang di negara manapun juga sedang melemah terhadap US Dollar’, karena faktanya perekonomian kita memang sedang dalam masalah, dimana masalah ini bukan terjadi baru-baru ini saja melainkan sudah terjadi sejak dua atau tiga tahun yang lalu. Kalau dikatakan bahwa kita sedang krisis ekonomi mungkin agak berlebihan, tapi jika kondisi ini dibiarkan maka bukan tidak mungkin jika krisis itu pada akhirnya akan benar-benar terjadi.
Problemnya adalah, terkait ‘akar permasalahan’ tadi, Pemerintah tentunya tidak bisa mengendalikan harga komoditas di pasar internasional dan Pemerintah juga tidak bisa begitu saja menghentikan impor mesin-mesin industri, karena itu akan mematikan industri itu sendiri. Jadi pertanyaannya sekarang, mampukah Pemerintah kali ini untuk mengeluarkan kebijakan yang meski mungkin juga tidak bisa secara langsung menyentuh akar permasalahan, namun paling tidak bisa lebih efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan juga bisa dengan cepat di implementasikan? Contohnya Ekspor terbesar Indonesia setelah migas, CPO, dan batubara adalah ekspor alat-alat listrik, karet, dan mesin-mesin mekanik. Jadi Pemerintah mungkin bisa memberikan insentif tertentu pada perusahaan-perusahaan alat-alat listrik dan mesin mekanik, agar mereka bisa meningkatkan nilai ekspor.
Ekspor terbesar Indonesia hingga saat ini adalah migas, entah itu berbentuk minyak mentah, gas, ataupun minyak olahan. Meskipun nilai ekspor migas ini cenderung turun dari tahun ke tahun, dari US$ 41.5 milyar pada tahun 2011, menjadi hanya US$ 30.3 milyar pada 2014 (dan penyebabnya bukan karena semata penurunan harga minyak dunia, mengingat rata-rata harga minyak pada tahun 2011 tercatat US$ 104 per barel, atau hanya sedikit lebih tinggi dibanding rata-rata tahun 2014 yakni US$ 96 per barel). Jadi dalam hal ini Pemerintah melalui kementerian dan badan-badan terkait mungkin bisa mendorong perusahaan-perusahaan minyak yang beroperasi di tanah air, baik asing maupun lokal, untuk meningkatkan produksinya.
Baru-baru ini juga  kita saksikan para pedagang daging berdemo karena harga daging melonjak drastis dikarenakan daging sapi yang langka. Kemudian di susul pedagang ayam pun juga  berdemo karena harga ayam juga tidak mau kalah dengan harga daging. Dan ternyata bukan hanya daging dan ayam yang naik, telur, gula pasir, dan cabai pun ikut naik. Kalau pun tidak harga masih fluktuatif di pasar. Tentunya ini menjadi tambahan beban bagi pekerja golongan UMK.
Saat ini berdasarkan data dari BPS jumlah angkatan kerja di Indonesia diperkirakan ada 125,3 juta. Dari jumlah angkatan kerja ini sebagian besar di dominasi oleh lulusan SD ke bawah sebanyak 52 juta atau sebesar 47,27%, kemudian SMP sebanyak 20,46 juta atau 18,6 %, SLTA dan sederajat sebanyak 27,82 juta atau 25,29%, Diploma sebanyak 2,9 juta atau 2,63%, dan lulusan Universitas sebanyak 7,57 juta atau 6,88%. Di perusahaan terutama manufaktur secara demografi berdasarkan pendidikan pun mayoritas di dominasi oleh SLTA ke bawah dengan level operator.
Tentunya dengan melihat fakta-fakta di atas, bahwa yang akan terkena dampak terbesar dari kondisi naiknya dolar dan himpitan harga kebutuhan pokok yang melambung serta badai yang melanda dunia industri adalah tenaga operator. Meskipun dalam situasi seperti ini siapapun itu  mulai dari level operator sampai pengusaha pastinya tidak aman.
Untuk menghadapi kondisi buruk karena di beberapa Bank telah melakukan stress test (sebuah test untuk menguji kesiapan Bank menghadapi kurs dolar di angka 15.000 sampai 16.000), ada baiknya kita sebagai tenaga kerja dan pelaku profesional untuk lebih fokus dan meningkatkan skill serta menunjukkan produktivitas kita. Tidak perlu menyalahkan kondisi lantas menggalang masa untuk berdemo. Karena tentunya itu tidak akan menyelesaikan permasalahan.
Langkah cerdas lain yang bisa ditempuh adalah dengan melengkapi diri dengan berbagai kemampuan life skill seperti memasak, wirausaha, atau pun berbisnis online. Kebetulan saat ini media bisnis online sedang booming-boomingnya. Karena justru ekonomi kreatiflah yang mampu bertahan dari kondisi badai ekonomi, karena tidak bergantung pada ongkos produksi yang mahal.




Senin, 21 Maret 2016

Sudah Siapkan Indonesia menghadapi Pasar Bebas ASEAN

SUDAH SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI MEA 2015 ?

            Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), lebih dikenal sebagai Pasar Bebas ASEAN oleh masyarakat Indonesia secara umum. Hal tersebut tentu tidak dapat disalahkan mengingat pentingnya dari MEA itu sendiri adalah tercipatanya aliran pasar bebas di antara 10 negara yang tergabung di dalamnya, yang meliputi Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Laos, Kamboja, Vietnam, Brunei Darussalam, Myanmar, dan Indonesia.
MEA 2015 adalah sebuah kondisi ketika masyarakat di Asia Tenggara sudah bebas melaksanakan perdagangan tanpa dikenakan biaya masuk apa pun. Selain itu pekerja dari negara-negara ASEAN bebas bekerja di negara kita tanpa dipersulit dengan aturan apapun. Begitu juga sebaliknya, kita juga bebas bekerja di negara ASEAN lainnya. Bisa kita banyangkan, dengan jumlah penduduk yang lebih dari 250 juta jiwa, negara kita akan menjadi sasaran empuk dari setiap produk barang dari negara lain yang mencoba masuk ke Indonesia. Tidak hanya produk barang, orang-orang dari Asean juga akan menjadi pesaing dalam dunia kerja.
Begitu Pasar Bebas ASEAN berlaku di akhir 2015 Indonesia akan diserbu barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil negara ASEAN lainnya. Serbuan barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil negara ASEAN lainnya akan menjadi ancaman serius bagi Indonesia. Atau sebaliknya Indonesia yang menyerbu negara ASEAN lainnya dengan barang, jasa, investasi & tenaga kerja terampil? Tentunya semua kembali kepada kemauan kita. Seharusnya semua elemen bangsa mulai berbenah untuk berperang pada pasar bebas 2015.  
Kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 ada diantara peluang (opportunities) dan ancaman (threat). Siap tidak siap tidak perlu diperdebatkan lagi karena ini sudah menjadi keputusan & ketetapan politik yang harus dihadapi negara-negara ASEAN. Dilihat dari beberapa data tentang kondisi Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Indonesia kalah dalam banyak hal. Indonesia kalah oleh Thailand dan Philipina, apalagi Brunei, Malaysia, dan Singapura. Masih tertinggal jauh. Indonesia hanya menang pada luas negara yang begitu besar, jumlah penduduk yang banyak, dan sumberdaya yang melimpah.  
Coba kita bandingkan dengan penguasaan bahasa asing, kita akui masih kalah jauh dibandingkan negara tetangga. Singapura, Malaysia, Filipina, Myanmar, bahkan Thailand sudah menjadikan bahasa Inggris menjadi bahasa kedua mereka. Sedangkan kita, saat ini pihak universitas mensyaratkan skor Toefl 500 untuk kelulusan Strata 1, banyak yang merasa kewalahan dan mencari segala cara agar skor itu bisa dikurangi. Itu baru hanya dari segi bahasa belum ditambah dari segi ilmu dan sebagainya.
Pemerintah, swasta, rakyat harus bahu membahu mewujudkan Indonesia yang mandiri bebas dari segala bentuk penjajahan di bidang apapun. Indonesia yang mandiri dan bebas dari segala bentuk penjajahan dalam bidang apapun terutama untuk saat ini di bidang ekonomi. Kita harus mengubah mindset konsumtif menjadi produktif sehingga kita bisa mengurangi pengeluaran dan memperbesar pemasukan negara. Kita harus meningkatkan Competitive Advantage yang menarik konsumen akan produk kita karena kualitas terjamin & harga yang terjangkau.
Sudah cukup emas Indonesia di Papua dikuasai Freeport, minyak kita dikuasai orang asing. Jangan sampai semua lini di Indonesia justru dinikmati oleh orang asing. Pastinya kita tidak mau melihat orang asing menikmati aset ekonomi kita sedangkan kita hanya gigit jari karena kalah bersaing dengan mereka.
Menurut saya, aliran pasar bebas yang terjadi pada MEA merupakan sebuah program yang memang diatur dan direncanakan dengan baik di mana kesepakatan dibuat secara resmi, dengan persiapan yang terstruktur. Semua hal diatur pada perjanjian-perjanjian yang terus dikaji,  dan dievaluasi secara berkelanjutan. Sebaliknya dengan globalisasi, apa yang kita rasakan selama belasan tahun kebelakang hanyalah sebuah dampak dari kemajuan teknologi yang terjadi secara alamiah, tanpa perencanaan atau persiapan.
Dengan demikian, dapat kita bayangkan betapa bebasnya aliran keluar masuk barang, jasa, modal, hingga para tenaga kerja di Indonesia setelah MEA diresmikan. Sudah siapkah kita untuk menghadapi pasar bebas seperti itu? Di mana kita benar-benar harus bersaing dengan 9 negara lain. Barang-barang impor tidak hanya ditemukan di pasar modern sekelas supermarket melainkan juga akan dengan mudah kita temukan di pasar tradisional atau bahkan toko kecil di pinggir jalan. Lowongan pekerjaan pun tidak lagi terbatas bagi WNI melainkan terbuka untuk semua orang dari Negara ASEAN. Benar siapkah negara kita mempertahankan stabilitas perekonomian nasional dalam persaingan sengit antar negara nanti? Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kesiapan sangat bergantung pada persiapan, dan juga sebaliknya.
Mengenai kesiapan pemerintah, tentu saja pemerintah Indonesia tidak mungkin menyetujui dan menandatangani perjanjian tanpa pertimbangan dan kesiapan akan resiko yang kelak dihadapi. Pemerintah pun telah menyusun berbagai langkah strategis yang mengarah pada sektor hulu hingga hilir di bawah koordinasi Badan Khusus atau Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian. Langkah-langkah strategis tersebut dapat diartikan sebagai daftar persiapan-persiapan yang harus segera diselesaikan, sehingga negara kita bisa mendapatkan kesiapan yang matang sebelum MEA diresmikan. Lalu bagaimana dengan masyarakat lainnya? Sangat disayangkan bahwa belum seluruh masyarakat Indonesia tahu mengenai rencana besar yang akan segera direalisasikan tersebut. Dengan demikian, bagaimana mereka bisa mempersiapkan diri apabila mereka tidak mengetahui hal tersebut. Inilah salah satu hal yang akhirnya membuat sebagian masyarakat bertanya-tanya tentang maksud Pemerintah menandatangani menyetujui untuk bergabung dalam MEA. Namun, bagaimanapun MEA sudah ada di depan mata dan mau tidak mau kita harus siap menghadapinya.
Selain itu, kita harus mempersiapkan diri kita untuk keluar sebagai tenaga kerja ahli dan terampil dengan cara fokus belajar menekuni bidang yang telah kita pilih di perguruan tinggi, mengumpulkan pengalaman dan mengembangkan diri melalui organisasi kampus atau organisasi kemasyarakatan lain untuk melatih profesionalitas dalam bekerja dan bersosialisasi, serta tak lupa mengembangkan kemampuan berbahasa asing sebagai modal awal memasuki persaingan ketat pasca diresmikannya MEA 2015. Dengan demikian, kita bisa mulai membangun kesiapan dengan melakukan berbagai persiapan guna menghadapi MEA 2015.



Masih Relevankah Sistem Perekonomian Pancasila di Indonesia

MASIH RELEVANKAH SISTEM EKONOMI PANCASILA SAAT INI DI INDONESIA ?
Sistem Ekonomi Pancasila itu adalah Pancasila sebagai ideologi nasional membawa keharusan untuk dijadikan dasar atau pedoman dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara. Secara normatif landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada:
1.    Ketuhanan YME, yaitu berlakunya etika dan moral agama, bukan Materialism.
2.    Kemanusiaan yang adil dan beradab, yaitu tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi,
3.    Persatuan Indonesia, yaitu berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosionalisme, dan sosio-demokrasi dalam ekonomi,
4.    Kerakyatan, yakni mengutamakan kehidupan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak,
5.    Keadilan sosial, yakni asas persamaan atau emansipasi.

Sistem Ekonomi Pancasila merupakan sistem ekonomi campuran. Namun dalam sistem ekonomi tersebut mengandung ciri-ciri positif dari kedua sistem ekstrim yang dikenal yaitu kapitalis-liberalis dan sosialis-komunis. Peranan unsur agama sangat kuat dalam konsep Ekonomi Pancasila. Karena unsur moral menjadi salah satu pembimbing utama pemikiran dan kegiatan ekonomi. Jika dalam ekonomi Smith unsur moralitasnya adalah kebebasan (liberalisme) dan ekonomi Marx adalah diktator mayoritas (oleh kaum proletar) maka moralitas Ekonomi Pancasila mencakup ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial.
Terlepas sistem apa yang kita anut, sebenarnya apa yang terjadi pada sistem perekonomian kita saat ini telah disoroti banyak kalangan, selain liberalisasi yang kebablasan, secara fundamental arahnya telah jauh melenceng dari napas Pancasila dan UUD 45. Aktivitas perekonomian hanya diarahkan untuk memenuhi kepentingan sesaat kelompok tertentu, jauh dari pemerataan, dan yang tentu saja berperspektif jangka pendek.
Saat ini Pancasila hampir terlupakan dan moral bangsa semakin menurun. Hal tersebut dikarenakan bangsa Indonesia sudah tidak lagi memperdulikan Pancasila. Padahal Pancasila adalah bentuk kepribadian bangsa kita sejak dahulu. Sebenarnya Pancasila itu masih relevan digunakan sebagai dasar negara, pandangan hidup serta sebagai ideology bangsa. Tetapi masyarakat belum mengetahui makna relevan yang sebenarnya. Untuk lebih jelas tentang kerelevanan Pancasila, kita dapat mengupas satu per satu dari kelima sila tersebut.
·         Sila yang pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila ini menggambarkan bahwa bangsa kita untuk memilih agama sesuai dengan yang dipercayainya. Tak menyebutkan satu agama saja seperti di beberapa negara lain.
·         Sila yang kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradap. Dalam sila ini terdapat dua nilai, yaitu yang pertama nilai kemanusiaan. Nilai ini yang sekarang malah lagi gencar-gencarnya dituntut oleh beberapa bangsa kepada pemerintahnya. Lalu, nilai yang kedua yaitu tingkah laku yang beradab. Dengan tingkah laku yang beradab, kita akan meminimalis hal-hal buruk dari kemajuan teknologi.
·         Sila yang ketiga Persatuan Indonesia. Di negara Indonesia tidak ada yang menginginkan perang. Masyarakat lebih memilih keadaan kita yang seperti ini nyaman dan tentram. Oleh karena itu, bangsa Indonesia tetap bersatu.
·         Sila yang keempat Kerakyatan Yang di Pimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan. Di sila ini ditekankan bahwa pemerintah seharusnya menjalankan tugasnya dengan cara yang bijaksana. Dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi lebih mengedepankan sebuah musyawarah dalam mengambil keputusan, agar tidak terjadi konflik.
·         Sila yang kelima Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dan pada sila terakhir ini lebih ditekankan pada nilai keadilan, kesetaraan, perlakuan yang sama terhadap seluruh warga negara indonesia. Tidak ada pembedaan perlakuan, utamanya di lembaga hukum terhadap warga yang miskin, kaya, besar, kecil, kulit putih, kulit kuning, kulit hitam.
Pancasila yang dirumuskan pada 1 Juni 1945 oleh Presiden Soekarno. Dalam Pancasila terdapat tindakan dan keputusan yang ditunjukkan dalam peraturan perundang-undangan masyarakat, sistem penyelenggaraan negara yang terdiri ekonomi, politik, social dan budaya serta tindakan-tindakan pribadi warga negara. Dalam pancasila juga, setiap orang diakui keberadaannya dan kedudukannya sebagai penyelenggaraan kehidupan bangsa. Dengan begitu, masyarakat dapat melahirkan sebuah kebudayaan modern yang berasal dari kebudayaan Pancasila. Dasar negara Indonesia harus ditemukan sendiri dari pikiran, kebudayaan dan pengalaman sejarah Indonesia. Pancasila dapat berfungsi sebagai koreksi, pengarah bahkan sebagai kritik dalam sebuah kebijakan pembangunan. Pancasila digunakan sebagai acuan pembaruan dan pendobrak. Dengan begitu, Pancasila akan tetap relevan bagi pembangunan. Namun, dari pelaksanaan yang seharusnya relevan, banyak terjadi penyelewengan dan implementasi yang belum maksimal. Sehingga nilai-nilai yang luhur itu mulai pudar, karena terkikis oleh perilaku yang hanya mementingkan aspek Ekonomi dan gaya hidup modern yang buruk. selama masih ada orang-orang yang mata duitan dan gila kekuasaan, maka Pancasila belum bisa dibilang relevan.
Pancasila kembali harus dimunculkan sebagai suatu nilai yang sedapat mungkin masih diterima bersama selama Indonesia masih ada. Sesungguhnya Pancasila masih bisa diupayakan menjadi acuan nation state kita yang meletakkan seluruh kepentingan pada posisi yang sama yakni kesetaraan sebagai hal yang utama bagi eksistensi Indonesia. Di tengah situasi politik dan ekonomi yang teramat rentan, nilai-nilai multikulturalisme yang ada pada Pancasila menjadi faktor penyelamat negara-bangsa. Sekarang Pancasila seharusnya kembali menjadi suatu milik bersama mulai dari pengkajian sebagai wacana bersama, pengembangan kembali Pancasila sebagai ideologi terbuka, yang dapat dimaknai secara terus-menerus sampai merumuskan paradigma baru pemikiran dan pemaknaan Pancasila sehingga tetap relevan dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Pancasila menjadi penting bagi bagi pluralisme Indonesia.
Menurut saya, perekonomian dengan sistem ekonomi pancasila di Indonesia saat ini masih kurang relevan karena tidak sesuai dengan cita-cita atau keinginan dan tujuan awal para pendiri yang tercantum pembukaan UUD 1945 alinea ke-2 yaitu “ Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur.” Serta Tujuan Bangsa Indonesia, yaitu: Membentuk suatu pemerintahan Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum / bersama, Mencerdaskan kehidupan bangsa, Ikut berperan aktif dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan kedilan sosial.
Sebagai contoh Globalisme sangat tidak bisa di hindari, semua negara di semua regional terkena dampak dari globalisme ini. Indonesia juga tidak bisa di pungkiri juga terkena dari dampak globalisme ini. Bayangkan ada berapa perusahaan asing di negara kita ini? “Negara menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang lainnya.” Mari kita ke Jakarta bagi orang Jakarta pasti tau, harga air di sana pasti mahal, kenapa? hampir 100% atau mungkin sudah 100% memang perusahaan pengolah air itu bukan lagi milik Indonesia. di Jakarta itu di kuasai asing 50% Perancis dan 50% Inggris. Menyedihkan bukan?
Oleh karena itu, mari kembali lagi kita junjung pancasila ini dalam berkehidupan. Kita sebagai generasi muda harus berusaha dan berupaya sekuat tenaga dan bersungguh-sungguh untuk kembali membangkitkan semangat Pancasila di masa ini. Agar negara kita lebih makmur, lebih tentram, dan lebih baik dari sebelumnya. Dengan mengamalkan pesan-pesan yang terdapat di dalam Pancasila dan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup serta ideologi bangsa. Semoga kedepannya keadaan ekonomi kita semakin membaik dan kita dapat menerapkan sistem ekonomi pancasila dengan selayaknya yang telah para pendiri bangsa cita-citakan.