PERKEMBANGAN
KOPERASI DI INDONESIA SAAT INI
Pada
dasarnya lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah
diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai
golongan ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat
kelas menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena
tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya,
tetapi sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya.
Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan
tata kehidupan bangsa Indonesia. Di
dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan
bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Sangat banyak orang
mengetahui tentang koperasi meski belum tentu sama pemahamannya, apalagi juga
hanya sebagian kecil dari populasi bangsa ini yang mampu berkoperasi secara
benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan diraih, organisasi koperasi selalu
memperoleh tempat sendiri dalam struktur perekonomian dan mendapatkan perhatian
dari pemerintah.
Keberadaan
koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat ditilik dari sisi usianya pun yang
sudah lebih dari 50 tahun berarti sudah relatif matang. Sampai dengan bulan
November 2001, misalnya, berdasarkan data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah (UKM), jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000
unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu
jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali
lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup
menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit
(88,14 persen). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai
28,55%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42%
koperasi saja. Data terakhir tahun 2006 ada 138.411 unit dengan anggota
27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif
sebesar 43.703 unit.
Namun
uniknya, kualitas perkembangannya selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak
jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Juga, secara makro
pertanyaan yang paling mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB),
pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan secara mikro
pertanyaan yang mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya. Menurut Merza (2006), dari segi kualitas,
keberadaan koperasi masih perlu upaya
yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia
usaha dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa
koperasi dalam berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan
ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan perkuatan dari pihak luar,
terutama Pemerintah, masih sangat besar.3Jadi, dalam kata lain, di Indonesia,
setelah lebih dari 50 tahun
keberadaannya, lembaga yang namanya koperasi
yang diharapkan menjadi pilar atau soko guru perekonomian nasional dan
juga lembaga gerakan ekonomi rakyat ternyata tidak berkembang baik seperti di
negara-negara maju (NM). Oleh karena itu tidak heran kenapa peran koperasi di
dalam perekonomian Indonesia masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi
bahan perdebatan karena tidak jarang
koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya.
Di
Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan
sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan
koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak
tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di
tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh
secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan
diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar.
Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan
koperasi (Soetrisno, 2003).
Lembaga
koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk
berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan
ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas
menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena
tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya,
tetapi sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya.
Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan
tata kehidupan bangsa Indonesia. Di
dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan
bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Sangat banyak orang
mengetahui tentang koperasi meski belum tentu sama pemahamannya, apalagi juga
hanya sebagian kecil dari populasi bangsa ini yang mampu berkoperasi secara
benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan diraih, organisasi koperasi selalu
memperoleh tempat sendiri dalam struktur perekonomian dan mendapatkan perhatian
dari pemerintah. Keberadaan koperasi
sebagai lembaga ekonomi rakyat ditilik dari sisi usianyapun yang sudah lebih
dari 50 tahun berarti sudah relatif matang. Sampai dengan bulan November 2001,
berdasarkan data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), jumlah
koperasi di seluruh Indonesia tercatat
sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000
orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998
mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga
mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif
per-5November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang
aktif mencapai 28,55%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT)
hanya 35,42% koperasi saja. Data terakhir tahun 2006 ada 138.411 unit dengan
anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak
aktif sebesar 43.703 unit. Namun
uniknya, kualitas perkembangannya selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak
jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Juga, secara makro
pertanyaan yang paling mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB),
pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan secara mikro
pertanyaan yang mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya. Menurut Merza (2006), dari segi kualitas,
keberadaan koperasi masih perlu upaya
yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia
usaha dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa
koperasi dalam berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan
ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan perkuatan dari pihak luar,
terutama Pemerintah, masih sangat besar.
Dari
hasil survey kondisi koperasi di
Indonesia saat ini sangat memperihatinkan. Sebanyak 27 persen dari 177.000
koperasi yang ada di Indonesia atau sekitar 48.000 koperasi kini tidak aktif.
Hal itu mengindikasikan kondisi koperasi di Indonesia saat ini masih
memprihatinkan. “Angka koperasi yang tidak aktif memang cukup tinggi. Saat ini
jumlah koperasi di Indonesia ada sekitar 177 ribu dan yang tidak aktif mencapai
27 persen,” jelas Guritno Kusumo, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM. Ia
mengatakan, ada bebeapa faktor penyebab banyaknya koperasi tidak aktif, di
antaranya pengelolaan yang tidak profesional. Namun demikian hingga kini kementerian
masih melakukan pendataan untuk mengetahui hal tersebut. Dalam hal ini,
kementrian terus melakukan pengkajian. Rencananya koperasi yang tidak sehat
tersebut akan dipilah sesuai kondisinya. Namun bila sudah tidak ada
pengurusnya, koperasi yang tidak aktif tersebut akan dibubarkan.
Kopersai
Indonesia masih berkembang, Belum maju karena para pengelolanya kurang
propesional untuk mengatasi koperasian Indonesia saat ini. Menurut saya
sebaiknya pemerintah harusnya bisa mengelola dengan baik seperti memajukan mutu
kualitas barang, khususnya memajukan para petani dengan memberi subsidi agar
barang local tidak terlalu mahal hingga para-para konsumen tertarik untuk
membeli karena dengan mutu kualitas yang baik dan harga yang terjangkau. Oleh
karna itu seharusnya pemerintah memberi pajak tinggi pada barang-barang import
agar produk local tidak kalah saing dengan produk non local.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar